(Anti Tesis Terhadap Cita-Cita Pak Kuntoro)
Olh: Radhi Darmansyah
Manajer Kesejahteraan Sosial BRR
Selaku orang dalam di BRR, saya cukup merasakan kegamangan yang sedang dialami BRR saat ini, setelah dua tahun bekerja. Tahap tanggap darurat berhasil akhiri BRR dengan baik, tentunya dengan adanya permulaan asistensi yang besar dari negara-negara asing, Singapore, Malaysia, Amerika Serikat, Australia, United Nations, ICRC, dan Pemerintah Indonesia serta Pemda Aceh. Pertengahan 2005 sampai dengan 2007 ini, BRR telah berhasil menyelesaikan mayoritas proyek yang diamanahkan oleh Blue Print. Luar biasa, ini prestasi yang gemilang jika dibanding dengan proses rehab-rekon New Orleans paska Katrina. Walaupun masih ada beberapa proyek besar dan multi-years yang mesti diselesaikan hingga 2009 nanti, seperti perumahan.
Untuk Apa Rumah Banyak?
Perlukah rumah yang sedemikian banyak? Ini pertanyaan yang selalu mengganjal. Bahkan pihak perumahan sendiri sampai dengan saat ini ini belum bisa memastikan berapa kebutuhan untuk seluruh Aceh. Paska tsunami ada 436.820 pengungsi. Sebagian mereka ada yang masih punya rumah. Jika dianggap satu keluarga dihuni oleh empat orang berarti hanya perlu 109.205 rumah baru, termasuk untuk penyewa. Data terakhir menunjukkan bahwa ada 90.861 yang sudah dibangun dibanding dengan 10.663 jumlah pengungsi yang belum di relokasi. Wallahua’lam, pengungsi di rumah-rumah keluarga yang perlu rumah, tapi katanya data belum divarifikasi.
Memang betul, seperti kata-kata dan cita-cita pak Kun. Kalau BRR bisa membangun 160.000 dalam dua tahun setengah berati akan lebih hebat dari Bam, India dan Duzce, Turki. Tapi pak! Maaf, apakah ini bukan ”onani”? Jangan-jangan, kita akan surplus rumah. Karena banyak sekali anggaran yang bisa kita hemat jika kita tidak perlu membangun 69.000 rumah itu. Ada anggaran yang tersisa Rp. 5,2 trilyun. Wow. Kalau ini dari on budget saja, berarti 74 % dari anggaran BRR tahun depan. Bagus, kalau NGO dan donor mau berkontribusi untuk membangun sisa rumah. Tapi apakah standar keberhasilan BRR berdasarkan jumlah rumah, pak?
Selaku orang Aceh, saya khawatir. Mayoritas proyek yang dilaksanakan saat ini diprioritaskan untuk infrastruktur dan perumahan. Katanya mengikuti mood anggaran di Jakarta yang infrastructure oriented! Jadi bisa lebih mudah di-approve sama DEPKEU dan DPR. Untuk sektor yang lain, bisa menyusul! Ayo, berpikir out of the box, dong! Apakah fisik semata yang perlu?
Selama ini BRR hanya berkontribusi sedikit untuk pengayaan intelektual, spiritual, dan kehidupan masyarkat. Janji untuk peningkatan anggaran di 2007-2009 untuk sektor pendidikan, kesehatan, agama, sosial, dan budaya tak pernah diwujudkan pimpinan BRR. Hanya sedikit saja program yang benar-benar untuk membangun human resource Aceh dan Nias. Dalam rehab-rekon selama ini pembangunan dan pemberdayaan masyarakat selalu dianaktirikan. Masih jauh sekali kalau kita mau bicara tentang quality of life dan knowledge based economy. Akankah kita membangun gedung saja tanpa menyiapkan manusia yang akan menghuni dan memanfaatkannya? Apakah kita sedang membangun gedung/jalan berhantu?
Dalam proses penyusunan Rencana Aksi (Renaksi) di Sekretariat Bersama Rekonstruksi Aceh-Nias di Bappenas Jakarta.. Saya melihat ada tarik ulur yang kuat antara sektor non- fisik dengan fisik. Renaksi adalah dokumen yang akan digunakan sebagai pengganti Blue Print yang out to date dan perlu adjustment . Akan tetapi, saya belum menemukan proyek yang dapat dijadikan sebagai platform pembangunan jangka panjang Aceh-Nias dan strategi transisi ke pemerintah daerah dan terutama ke masyarakat untuk tahun 2008-2009.
Bahkan ironisnya lagi, melihat kenyataan bahwa program-program wrapping up di sektor Sosial dicoret semua oleh Perencanaan. Disamping banyak program-program Kelembagaan yang masih diperlukan untuk penguatan masyarakat juga dihilangkan begitu saja. Padahal program-program ini dimaksudkan untuk mengantisipasi efek negatif rehab-rekon.
Bubble Economic!
Sebagai warga masyarakat yang awam ekonomi, saya takut melihat fenomena Aceh ke depan. Apakah uang yang akan ada ditangan Pemerintah Aceh sebesar Rp. 11 trilyun nantinya akan cukup untuk menjamin tidak meledaknya gelumbung ekonomi Aceh di 2009. Pak Kun tentu mesti punya cara yang sempurna untuk mengatasi hal ini, terutama untuk mengatur moneter di masa-masa transisi. Bagaimana uang yang sedikit bisa cukup untuk mem-feeding 4,2 juta masyarakat dan sekian banyak rekanan dari dalam dan luar Aceh.
Masyarakat Timur-timur setelah empat tahun kemerdekaan menjadi sangat terkejut menghadapi kepulangan para donor. Semua bantuan kemanusiaan dan asistensi yang biasa mereka terima sirna secara tidak menyebabkan inflasi tidak terkontrol. Pondasi ekonomi Aceh masih sangat rapuh saat ini. Sehingga kita tak perlu mengulang pengalaman krisis ekonomi paska bantu kemanusiaan di Timur Timor yang mengakibatkan banyak demonstrasi dan kerusuhan.
Saya terkejut ketika Alan Greenspan mengingatkan Ben Bernanke, ketua Federal Reserve, akan kemungkinan terjadinya buble economic di sektor perumahan di Amerika Serikat akibat kebijakan Alan yang memacu kredit perumahan dengan bunga rendah ketika dia menjabat. Jangan nanti, di 2010 atau 2012 pak Kun akan mengingatkan Irwandi Yusuf untuk mengantisipasi inflasi yang tinggi dan meningkatnya jumlah penganguran karena unfinish bussiness yang dikerjakan BRR. Oleh karena itu, saya melihat harus lebih banyak inovasi dan terobosan di sektor ekonomi, terutama untuk peningkatan mikro kredit dengan model Grameen Bank, guna mengantisipasi meledaknya penganguran paska BRR.
Adakah The Kuntoro Plans?
Memang BRR adalah organisasi proyek. Empat tahun saja. Tapi BRR mesti meletakkan platform yang baik untuk pembangunan Aceh-Nias berkelanjutan. Jangan hanya dengan modus operandi: sana sikit sini sikit, rekan-rekan dapat proyek, semua senang. Alias cilet-cilet. Makanya tak cukup kalau BRR hanya berhenti di 2009 saja dan kemudian pergi begitu saja. Mai 2009 bukan berarti selesai, tapi baru pondasi yang selesai dibangun. Sehingga diperlukan mekanisme transfer yang sempurna dari BRR ke Pemerintah Aceh. Tak cukup dengan hanya menyelesaikan proyek-proyek di 2009. Kemudian mentransfer aset ke Pemerintah Aceh. Karena bukan di aset persoalannya. Kalau itu saja, berarti ini mind set Pimpro. Tentu tak semudah itu. Kalau hanya menjadi kepala proyek, alias ”Kasatker”, siapapun bisa. Mudah itu!
Seharusnya Pak Kun harus menjadi dan berpikir seperti Mathathir Muhammad dan Lee Kuan Yew, yang berani meletakkan pondasi pembangunan yang kokoh. Guna membangun pondasi pembangunan Aceh paska tsunami untuk 10, 20, 30 dan bahkan 40 tahun ke depan. Ya, memang Aceh bukan negara, tapi skop dan geografis pembangunan tak jauh beda dengan Malaysia dan Singapore.. Bahkan Singapore jauh lebih kecil dan hanya punya modal sedikit diawal pembangunannya.
Tak akan banyak berguna semua investasi yang Rp. 67 trilyun selama empat tahun jika tak ada sebuah perencanaan jangka panjang. Yang mesti disusun oleh BRR dan Pemerintah Aceh. Sekarang ini, di masa-masa transisi ini. Untuk menentukan jenis pondasi yang sesuai untuk bangunan yang akan dibangun! Pondasi Twin Towers Petronas ataukah rumah bantuan BRR type 36?
Jadi sebenarnya bukanlah jumlah rumah yang akan dihitung orang setelah BRR selesai. Tapi pondasi apa yang dibangun BRR selama empat tahun? Apakah bisa seperti platform yang disusun dalam Mashall Plan untuk Eropa? Ataukah sebagaimana Hirohito membangun pondasi Jepang modern paska bom atom? Mau diapakan airport Blang Bintang, mau digunakan siapa pelabuhan yang sudah dibangun, bagaimana pelayanan kesehatan di puskesmas-puskesmas baru, dan mau dipakai atau tidak VSAT-WIMAX yang dipasang. Banyak yang tak tahu fasilitas mewah ini ada. Banyak yang tak tahu bagaimana memakainya sebagai pendukung knowledge based services. Masyarakat Aceh-Nias menunggu prosedur pelaksanaan, platform, dan arah pembangunan jangka panjang Aceh dan Nias 2010-2050. Untuk setiap sektor tentunya! Akankah ada semacam The Kuntoro Plans?
Lueng Bata, Banda Aceh
Rabu, 26 September 2007
Kamis, 28 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
PENAWARAN PINJAMAN UNTUK SEMUA (DAFTAR SEKARANG)
Apakah Anda seorang pengusaha atau wanita? Apakah Anda dalam stres keuangan? Anda perlu Uang untuk memulai bisnis Anda sendiri? Apakah Anda memiliki pendapatan rendah dan merasa sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank lokal dan lembaga keuangan lainnya? Jawabannya ada di sini, Christiana Anderson Badan Kredit adalah jawabannya. Kami menawarkan;
a) pinjaman pribadi, ekspansi bisnis.
b) Business Start-up dan pendidikan.
c) konsolidasi utang.
d) pinjaman Keras Uang.
Namun, metode kami menawarkan kemungkinan untuk menunjukkan jumlah pinjaman yang dibutuhkan dan juga durasi Anda mampu untuk menyelesaikan pembayaran pinjaman dengan tingkat bunga 2%. Ini memberi Anda kesempatan nyata untuk mengumpulkan uang yang Anda butuhkan. Kandidat yang tertarik harus menghubungi kami melalui: angeladavidsloan@gmail.com
Posting Komentar